Pengalaman-pengalaman ini bisa dijadikan cerita. Kita hanya
perlu memperbesar skalanya, memperbesar taruhannya, meningkatkan ketegangannya,
dan memperbesar emosinya.
Pengalaman hidup, apalagi yang penuh emosi, akan memiliki
daya tarik alami. Ketika kita memperbesar skala, taruhan, konflik, dan emosi
dari peristiwa yang kita alami, kita akan menjadikan cerita kita lebih cepat
nyambung dengan pembaca. Mereka bisa merasakan intensitas yang kuat dalam
cerita itu.
Emosi manusia bersifat universal, dan selalu ada bagian
tertentu dari pengalaman orang lain yang dekat dengan pengalaman kita sendiri.
Karena itulah cerita menjadi mudah terhubung dengan pembacanya.
Itu karena emosi menjembatani pengalaman pribadi kita dengan
pengalaman orang lain. Meskipun latar, peristiwa, atau detailnya berbeda, inti
emosional sebuah pengalaman—rasa kehilangan, harapan, kebahagiaan,
ketakutan—adalah sesuatu yang bisa dipahami hampir semua orang.
Dalam hal ini, emosi menjadi bahasa bersama.
Tantangannya adalah bagaimana cara anda menyajikan cerita
agar tidak klise, dan bagaimana juga agar upaya anda menjadi orisinal tidak
terasa memaksakan diri.
*
Banyak penulis hebat, baik sengaja atau tidak, menggunakan
pengalaman pribadi untuk membentuk cerita mereka. James Joyce menceritakan
karakter-karakter yang dekat dengannya, lingkungan yang dia kenali, dan konflik
yang tersembunyi di dalam interaksi sehari-hari mereka. Ernest Hemingway,
memasukkan pengalamannya di medan perang ke dalam novelnya. Toni Morrison,
melalui novelnya seperti Beloved, menggali sejarah dan trauma yang menjadi
bagian dari dirinya dan komunitasnya.
Menurut saya, menggunakan pengalaman pribadi sebagai
landasan akan mempermudah kita melakukan elaborasi terhadap berbagai aspek,
sebab kita mengenali emosi yang melekat pada peristiwa itu, mengenali reaksi
kita sendiri, mengenali reaksi orang-orang lain, mengenali seperti apa
risikonya bagi kita dan siapa saja yang menjadi bagian dari pengalaman itu.
Kita menjadi lebih leluasa mengembangkan imajinasi.
Sejumlah aspek dalam cerita—seperti reaksi karakter, konflik
batin, dan dialog—menjadi lebih hidup ketika kita bisa memvisualisasikan dengan
akurat, sebab kita pernah berada di sana. Kita menjadi lebih punya sensitivitas
untuk menggambarkan hal-hal yang secara emosional kompleks, seperti kontradiksi
dalam perasaan atau dilema moral yang mungkin muncul.
Jadi, dengan memanfaatkan pengalaman pribadi, anda lebih
mudah meningkatkan emosi cerita, memberi kedalaman pada sisi internal karakter,
dan memperbesar masalah dan risikonya. Sila melakukannya.
Mungkin anda pernah sakit demam. Bagaimana jika itu demam
(atau apa pun) yang mematikan? Atau anda melakukan tindakan teledor. Bagaimana
jika keteledoran kecil itu memberi anda risiko besar dan bisa menghancurkan
hidup Anda?
Selamat menggali diri sendiri. Selamat bercerita.
Salam,
A.S. Laksana
---
Numpang beriklan, ya. Siapa tahu anda ingin memperdalam kecakapan menulis, beberapa ebook panduan ini, saya yakin, akan membantu anda--tentang Menulis Cerpen, Menciptakan Karakter, dan Mengajarkan penulisan kepada anak-anak. Ebook menulis cerpen berisi semua materi yang saya ajarkan di kelas "Penulisan Cerpen". Begitu juga ebook "Menciptakan Karakter". Keduanya memberikan pengetahuan yang mudah dipahami dan latihan sesuai topik yang dibicarakan. Jadi, itu serupa dengan kelas mandiri. Adapun ebook "Pelajaran Menulis untuk Siswa SD" saya tulis karena rasa cinta kepada anak-anak. Mereka perlu belajar menulis agar tumbuh lebih sehat. Sila klik di sini. |